Kamis, 25 Oktober 2012

KASUS YANG TIDAK BERETIKA


Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
DariWikipedia:
Boraks merupakan asam borat murni sebagai bahan pembuatan industri farmasi. Dalam dunia industri, boraks menjadi bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoa. Dalam bentuk tidak murni, sebenarnya boraks sudah diproduksi sejak tahun 1700 di Indonesia, dalam bentuk air bleng. Bleng biasanya dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur (seperti di Bledug Kuwu, Jawa Tengah).
Penggunaan boraks sebagai bahan makanan sebenarnya telah dilarang oleh Pemerintah sejak Juli 1979, hal tersebut dimantapkan kembali dengan SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988.
Boraks tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta merta berakibat buruk terhadap kesehatan, tetapi apabila boraks masuk ke dalam tubuh manusia, maka akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh manusia secara kumulatif. Dan akibat/efeknya akan dirasakan di kemudian hari.
Dampak karena seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian.

Dari uraian diatas, sepertinya kita sudah bisa menilai apakah sikap si penjual bubur beretika atau tidak.Namun memang tidak semua pedagang kecil berbuat curang seperti itu. Pertimbangan faktor ekonomi lagi-lagi yang menjadi alasan mengapa mereka nekat melakukan hal tersebut. Dengan bermodalkan sedikit, mereka mengharapkan keuntungan yang lumayan, tanpa memikirkan dampak atau akibat atas perbuatan mereka tersebut terhadap para konsumen.
niatnya pengen makan enak malah dapet penyakit.. 
Meskipun begitu, kita tidak boleh menyalahkan si penjual yah..
namanya juga usaha, dan sebagai pembeli sebaiknya kita juga cermat dalam memilih buburnya 
SARAN PENULIS : Sebaiknya dalam memlilih makanan terlebih dulu kita harus tau ciri kadaluarsa makanan, jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan yang serba instan. 

Sumber : wikipedia, 2ndthikuslupzcha11.blogspot.com

KASUS YANG TIDAK BERETIKA


PENCURIAN PULSA
Dikutip dari Kompas
Potensi kerugian pengguna telepon seluler akibat kecurangan penyedia jasa layanan pesan premium bisa mencapai Rp 100 miliar per bulan. Besarnya pulsa yang diambil dari konsumen karena ada penyedia layanan konten serta minimnya pengawasan dari operator telepon selular dan regulator.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memperkirakan nilai kehilangan pulsa konsumen  bisa mencapai Rp 140 miliar. Adapun Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) lebih moderat dengan menyebut kisaran puluhan miliar rupiah, tetapi masih dibawa Rp 100 miliar.
Menurut Direktur Operasional IMOCA Tjandra Tedja di Jakarta, Selasa (4/10), perputaran uang dari sektor layanan konten mencapai 5% dari nilai transaksi telekomunikasi. Adapun pada akhir tahun 2010 diperkirakan omzet industry telekomunikasi mencapai Rp 100 triliun.
“Saya memiliki kecurigaan hampir setiap iklan yang di broadcast ataupun SMS, orang yang membalas bisa dibilang diatas 50% tertipu,” tuturnya, sambil menambahkan bahwa sebagian iklan menampilkan gaya bahasa terselubung untuk menarik pengguna layanan seluler agar merespons.
Dia memberikan contoh sebuah tawaran,”Wow, kamu berpeluang mendapatkan pulsa Rp 20.000 untuk 20 awal. Dapatkan Blackberry dan jalan-jalan gratis ke Hongkong. Telusuri 115310*1”. Ternyata setelah pengguna mencoba layanan itu, ia secara otomatis didaftarkan mendapat informasi salah satu grup music dengan tariff Rp 2.000 per SMS.
Ketua Pengurus Hairan YLKI Sudaryatmo berasumsi, dari 220 juta nomor telepon seluler yang aktif, ada sekitar 29 juta pengguna yang terjebak, dengan tarif konten berlangganan Rp 5.000 per bulan, sehingga ada potensi kehilangan sekitar Rp 147 miliar per bulan. Angka asumsi 29 juta muncul dari sekitar 30% dari total  nomor tarif lalu sempat masuk ke layanan premium, ada 90 % yang tidak membatalkan registrasi dan separuh diantaranya terpaksa.
Kendati begitu, Tjandra menjelaskan, tidak semua penyedia layanan konten “nakal”. Namun, “kenakalan” beberapa penyedia layanan konten itu membuat pengusaha konten yang lain terimbas karena masyarakat jadi apriori. Anggota IMOCA, misalnya, berkurang dari 60 perusahaan menjadi 40 perusahaan.
Sudaryatmo dan Tjandra menilai, selain kenakalan penyedia konten, fungsi pengawasan Badan Regulasi Telekomunikasi  Indonesia (BRTI) dan para operator juga tidak berjalan. Seharusnya, menurut Tjandra, BRTI proaktif mengambil contoh penawaran konten dari televisi ataupun SMS massal, lalu memperingatkan penyedia konten “nakal”. Dia menilai BRTI paham alur teknis produk konten itu sehingga penindakkan tergantung dari kesungguhan dan niat BRTI.
Heru Sutani, anggota BRTI, menuturkan, ketegasan sikap tidak harus melulu ditunjukkan BRTI. Menurut dia, operator juga harus tegas. “Setelah kami tegur baru ada penghentian kerja sama,” tutur Heru, sambil menambahkan, pekan depan pihaknya akan mengumpulkan sejumlah pemangku kepentingan layanan pesan premium untuk menuntaskan masalah itu.
Pada kasus pencurian pulsa diatas merupakan kasus yang sebenarnya telah lama menjadi keluhan pengguna telepon seluler.
Dari kasus diatas dapat disimpulkan permasalahan yang timbul:
1.                  Kecurangan penyedia jasa layanan pesan premium
2.                  Minimnya pengawasan dari operator telepon selular dan regulator.
3.                  Kurangnya informasi kepada masyarakat sebagai pengguna telepon seluler
4.                  Pembohongan pada pengguna telepon selular
5.                  Pemotongan nilai pulsa oleh pihak jasa layanan pesan

Trik yang digunakan:
-      Iklan menampilkan gaya bahasa yang menarik untuk menarik pengguna layanan seluler agar merespons.
-      Harga dari jasa yang ditawarkan kelihatan murah
-      Konsemen ditawarkan dengan iming-iming hadiah

Bagi pengusaha yang menjual jasa:
1.                  Mendapatkan keuntungan besar dari bisnis ini.
2.                  Pengusaha memberikan pelayanan tidak wajar
3.                  Melupakan penerapan kesetiaan konsumen terhadap jasanya
4.                  Pengusaha melakukan penipuan terhadap konsumen
5.                  Melanggar hukum (sesuai dengan undang-undang perlindungan konsumen)
6.                  Pengusaha melakukan tindakan ini disinyalir adanya persaingan bisnis tidak sehat

Yang dirugikan adalah konsumen pengguna telepon seluler
Sikap yang dimiliki oleh konsumen:
1.                  Membiarkan karena tidak tahu prosedur menghapus fitur setelah terdaftar
2.                  Pasrah saja
3.                  Kemungkinan provider bekerja sama dengan perusahaan layanan sehingga menyulitkan penghapusan jasa layanan pesan
4.                  Menikmati karena menyukai fitur yang ditawarkan, contoh: Nada sambung pribadi.

Yang harus dilakukan oleh konsumen:
1.                  Memahami penggunaan telepon selular dengan baik dan benar
2.                  Membaca dengan teliti promosi dari setiap iklan yang dikirimkan ke handset
3.                  Menghubungi operator untuk menghapus fitur atau mengakhiri berlangganan
4.                  Melakukan pengecekan besarnya pulsa yang dimiliki setiap sebelum dan sesudah melakukan panggilan atau kegiatan penggunaan telepon seluler
5.                  Apabila tidak bisa dilakukan penghapusan, maka langkah terakhir adalah mengganti nomor

SARAN PENULIS : Sebagai pengguna smartphone jangan lah mudah tertipu oleh iklan provider yang selalu menghadiahi berbagai macam doorprice. BE SMART!!

 Sumber: Kompas,  sakola-ug.blogspot.com, www.studentsite.gunadarma.ac.id

Deahary tri arta 
12209717

PENGERTIAN BISNIS


Pengertian Bisnis

Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggrisbusiness, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

  Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah.

  Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya “bisnis pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini
.
Pengertian Etika Bisnis

Istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Ada yang menyebutkan bahwa etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri. Pendapat lain menyebutkan bahwa etika adalah kajian moralitas. Sedangkan moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat.
Meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada didalam organisasi.
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Beberapa orang berpendapat bahwa orang yang terlibat dalam bisnis hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan financial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energy mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan pekerjaan baik.
Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktifitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis aktivitas manusia yang disengaja, etika juga hendaknya berperan dalam bisnis. Argument lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksist kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika. Bisnis merupakan aktifitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan prilaku eksis.
Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan “perang antar manusia terhadap manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi “kotor, brutal, dan dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Karena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan prilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa.
Sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berprilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berprilaku etis. Pelanggan akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukkan absentisme lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah yang tinggi. Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer. Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif. Dengan demikian, ada sejumlah argument yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.

Indikator Etika Bisnis

Kehidupan bisnis modern menurut banyak pengamat cenderung mementingkan keberhasilan material. Menempatkan material pada urutan prioritas utama, dapat mendorong para pelaku bisnis dan masyarakat umum melirik dan menggunakan paradigma dangkal tentang makna dunia bisnis itu sendiri. Sesungguhnya dunia binis tidak sesadis yang dibayangkan orang dan material bukanlah harga mati yang harus diupayakan dengan cara apa yang dan bagaimanapun. Dengan paradigma sempit dapat berkonotasi bahwa bisnis hanya dipandang sebagai sarana meraih pendapatan dan keuntungan uang semata, dengan mengabaikan kepentingan lainnya. Organisasi bisnis dan perusahaan dipandang hanya sekedar mesin dan sarana untuk memaksimalkan keuntungannya dan dengan demikian bisnis semata-mata berperan sebagai jalan untuk menumpuk kekayaan dan bisnis telah menjadi jati diri lebih dari mesin pengganda modal atau kapitalis.
Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang baru, bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Secara moral keuntungan memungkinkan organisasi/perusahaan untuk bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
2. Tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas yang produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
3. Keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan bertahan melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru.
Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut bidang tugas yang diembannya. Dengak kata lain mengikat manajer, pimpinan unit kerja dan kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi/perusahaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit perusahaan dianggap sudah dianggap melaksanakan etika bisnis bilamana perusahaan yang bersangkutan telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Dari berbagai pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis antara lain adalah:
1.   Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2.   Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3.   Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6.   Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.
au
                 melvino84.blogspot.com