Senin, 19 Maret 2012

Masakan Rumah


Maraknya berita mengenai harga kedelai yg melambung sehingga harga produk tempe dan tahu ikut melambung! Kita bisa apa? Mau ikut demo juga? Sementara tuntutan para pendemo entah kapan terealisasi atau bahkan tidak ada kabar-kabarinya, kita toh tetap membeli tempe dan tahu dengan harga yg melonjak itu, saat ini yg dapat kita lakukan adalah kenapa tdk kita pikirkan saja bagaimana tetap merasakan tempe dan tahu namun lebih minimal jumlahnya supaya biaya yg keluar tetap atau lebih sedikitlah dari yg biasa kita keluarkan.
Ironis sebenarnya yg sedang dipermainkan adalah harga kedelai yang jelas-jelas produk olahan kedelai terutama tempe dan tahu adalah lauk primer sebagian masyarakat menengah ke bawah yg masih ada nilai gizinya, dannnnnnnnnnnnn masyarakat kita saat ini didominasi tingkat menengah ke bawah bahkan bawah sekali dengan banyaknya bencana alam yg menimpa kita. Nah jika lauk primer itu sekarang dibuat jadi mahal sehingga mulai tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan, apalagi yg bisa dimakan oleh mereka dgn jenis lauk yg masih ada kandungan gizinya? Dilema ini sebenarnya sangat dirasakan justru oleh rakyat diperkotaan, untuk rakyat yg tinggal di daerah terpencil atau justru yg dipedalaman kondisinya lebih baik dari yg diperkotaan, mereka masih bisa memancing di sungai-sungai yg besar untuk mendapatkan ikan, udang, kerang. Dirawa2 yg luas jg masih banyak yg dapat dikonsumsi, ada belut, jenis ikan gabus, lele dan siput. Untuk sayur mereka masih cukup mudah mendapatkannya, banyak jenis sayuran yg tumbuh liar, ada pakis, ada genjer, ada rebung bambu, ada nangka, pisang dsb. Namun tidak bisa serta merta penduduk di perkotaan terus pindah ke pedalaman kan?
Banyak para ibu sangat mengeluh dengan kondisi ini, tapi lagi lagi pertanyaan, kami bisa apa? Pertanyaan itu selalu dipikiran mereka setiap hari, mau teriak2 dgn sang bapak juga percuma, toh uang yg dibawa bapak malah semakin sedikit dari biasanya. Jika yg dinaikkan harganya jenis udang atau keju mereka tdk perduli toh komoditi tersebut tdk dinaikkanpun mereka jarang mengonsumsinya.
Namun jika kita hanya mengeluh tanpa melakukan sesuatu siapa yg mau peduli, kita berteriak2 dan para pedagang stop jualan bahkan ada pedagang gorengan yg bunuh diri (berita di media masa), siapa yang perduli!!!! toh mereka yg mampu tetap makan tempe semahal apapun harganya, mereka tetap keluar masuk restoran yg mewah
Lebih ironis lagi setelah menjadi orang yg katanya hebat bahkan sdh bergelimang harta tidak mau sedikit saja menoleh memikirkan dapur ibu2 lain yg dulu seperti dapur ibunya! Mungkin pernah mendengar cerita tentang seorang ibu memasak batu dgn tujuan untuk menekan rasa lapar sang anak manakala sang anak menanyakan makanan sang ibu selalu berujar “Sebentar ya nak, makanannya belum masak” sampai si anak tertidur sambil menahan rasa lapar. Juga cerita seorang anak yg setiap kali lapar pergi ke sumur minum air mentah, lapar lagi kemudian minum lagi, lapar lagi kemudian minum lagi sampai dia kelelahan 
Untuk para ibu yang menjadi ibu rumah tangga sebaiknya lebih menekankan untuk memasak makanan bergizi untuk anak-anak dan keluarga mengurangi pembelian makanan di restoran atau diluar rumah bagaimanapun juga masakan rumah sendiri jauh lebih terjamin dengan kandungan gizi yg dpt kita sesuaikan sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar